Rabu, 01 Desember 2010

TATANAN DUNIA SETAN

“Illuminati dapat ditelusuri hingga ribuan tahun ke belakang di Sumeria, Babilonia, Mesir, dan lebih jauh menuju masa yang kita sebut pra-sejarah. Selama berabad-abad mereka tak henti-hentinya bekerja untuk memusatkan kekuasaan dunia dan menyelesaikan ‘Pekerjaan Besar’ mereka yaitu kediktatoran global. Di balik setiap peristiwa dunia yang tampak acak, telah ada jaringan rahasia Illuminati untuk berbagi pengetahuan tersembunyi yang belum pernah diketahui oleh seluruh manusia. Jaringan ini dikendalikan oleh garis darah kuno yang saling menikah dan cabang-cabangnya, yang kini dipimpin oleh 13 ‘keluarga elit’, yang tersusun dalam hirarki DNA. Keluarga ini meliputi Rothschilds, Rockefellers, Keluarga Lorraine, Habsburgs, dan dinasti Thurn und Taxis dari Bergamo.” – David Icke, “Tales from the Time Loop”
Agenda para anggota garis darah ini, “Pekerjaan Besar” mereka, tak lain adalah menguasai dunia, yang secara eksoteris disebut “New World Order” oleh banyak politisi dan pengarang buku-buku Masonik. Old World Order ditandai dengan negara-negara kerajaan yang memiliki angkatan perang, mata uang logam dengan nilai tetap. New World Order ditandai dengan adanya Satu Pemerintahan Dunia, tanpa perbatasan, dengan satu tentara dunia, satu pengadilan dunia, dan satu mata uang dunia berbasis kredit tanpa uang tunai yang dikelola melalui microchip.
“New World Order bukan sebuah ‘konspirasi’ dalam pengertiannya yang paling keras – ini adalah agenda. Agenda ini disusun oleh elit kekuasaan yang berpikir bahwa mereka memiliki hak ketuhanan untuk merampas kendali total pada kehidupan Anda. Tapi siapa ‘mereka’? Siapa ‘elit kekuasaan’ itu? PBB, Uni Eropa, Council on Foreign Relations, Bilderberg Group, Trilateral Commission, Rockefellers, Rothschilds, Royal Institute of International Affairs, Club of Rome. Daftar ini terus memanjang dan sudah banyak buku yang ditulis yang menceritakan sejarah kelompok-kelompok tersebut serta bagaimana mereka saling berhubungan… Agenda itu adalah konsolidasi dan pemusatan kekuasaan ke dalam genggaman Pemerintahan Dunia yang meliputi semua hal. Sistem ini akan berkembang dari Uni Eropa (sudah ada di tempatnya), Uni Amerika (dimulai dari NAFTA), dan Uni Asia. Jika 3 model ini sudah eksis, mereka akan dipersatukan untuk membangun Satu Pemerintahan Dunia.” – Paul Joseph Watson, “Order Out of Chaos”
“Saya tekankan bahwa saya sedang menyingkapkan sebuah Agenda, bukan hanya konspirasi. Konspirasi terdapat dalam memanipulasi masyarakat dan peristiwa-peristiwa untuk memastikan Agenda tersebut dapat diterima. Konspirasi ini mengambil 3 bentuk utama: bersekongkol menyingkirkan orang-orang dan organisasi yang mengancam Agenda mereka (pembunuhan Diana, Putri Wales); bersekongkol menempatkan orang-orang dalam suatu kekuasaan yang akan membuat Agenda mereka terlaksana (George Bush, Henry Kissinger, Tony Blair, dan lain-lain); bersekongkol menciptakan peristiwa-peristiwa yang akan membuat masyarakat menuntut Agenda tersebut diajukan melalui masalah-reaksi-solusi (perang, bom teroris, kolapsnya ekonomi). Dengan cara ini, semua peristiwa dan manipulasi yang tampak tidak berkaitan, menjadi aspek dari konspirasi tersebut untuk memperkenalkan Agenda.” – David Icke, “The Biggest Secret” (13)
Saat dipertentangkan dengan konspirasi sebesar ini, banyak yang mengatakan bahwa mustahil seseorang membuka rahasia. Kalau memang ada konspirasi global yang besar demi pemerintahan dunia, seseorang seharusnya muncul dan mengatakan sesuatu. Kenyataannya adalah bahwa Anggota Kongres, Senator, anggota masyarakat rahasia, dan Illuminist itu sendiri telah menyatakan secara terbuka dan menulis buku-buku tentang semua hal yang sedang mereka kerjakan! Saat ditanya tentang bagaimana rakyat Amerika akan menanggapi inkonsistensi pembunuhan JFK/laporan Komisi Warren, Direktur CIA Alen Dulles menjawab dengan sederhana, “Rakyat Amerika tidak perlu tahu.” Para konspirator mengetahui bahwa masyarakat umum jarang membaca dan buku-buku yang mereka tulis tidak menarik minat pembaca umum.
“Dalam dokumen seseorang sebelumnya, dikatakan bahwa ia tertekan dengan riwayat pembunuhan, perkumpulan rahasia, persekongkolan istana dan pengkhianatan dalam perang. Tapi meskipun riwayatnya bersih, sejumlah orang telah mulai mencaci pada kemungkinan adanya konspirasi yang sedang berlangsung hari ini. Mereka menolak gagasan seperti itu sebagai Pandangan Konspirator.” – Pengamat Politik G. Edward Griffin
“Seseorang mengalami kesukaran karena berhadap-hadapan dengan sebuah konspirasi begitu dahsyat yang tidak ia yakini keberadaannya.” – Direktur FBI, J. Edgar Hoover
“Lima puluh tokoh telah memimpin Amerika dan itu adalah angka yang tinggi.” – Duta Besar AS, Joseph P. Kennedy
Terdapat komplotan globalis setengah-rahasia di balik PBB, yang sedang mengusahakan satu pemerintahan dunia, satu militer dunia, melalui perluasan NATO, Bank Dunia/mata uang tanpa uang tunai, dan penduduk yang dikendalikan microchip. Para konspirator tersebut terdiri dari sekelompok bankir, pebisnis, politisi, tokoh/pemilik media, keluarga Illuminati, dan para elit masyarakat rahasia. Mereka menerapkan kekuasaan mereka melalui kendaraan Freemasonry, Bilderberg Group, Bohemian Grove, Skull and Bones, Council on Foreign Relations, Trilateral Commission, dan Committee of 300, adalah diantaranya. Agenda mereka dalam memerintah dunia telah dikenal oleh para elit masyarakat rahasia dan keluarga Illuminati selama berabad-abad sebagai “Pekerjaan Besar”, meskipun hari ini secara politis dikenal sebagai “New World Order”.
“Struktur Illuminati bisa dilambangkan dengan sebuah jaringan atau piramida dimana tokoh yang berada di puncak memerintah orang-orang yang ada di bawah. Banyak dari orang bawah tersebut tetap tidak peduli dengan apa yang berlangsung. Struktur piramida dari masyarakat rahasia tersebut tercermin dalam pemerintahan, perbankan, perusahaan, dan semua organisasi atau institusi lainnya… Hanya kalangan yang berada di atas piramida tersebut yang mengetahui agenda sesungguhnya serta semua hal yang ingin dicapai oleh organisasi. Semakin ke bawah piramida, semakin banyak orang yang bekerja untuk organisasi tersebut, tapi mereka hanya mengetahui sedikit tentang agenda sebenarnya. Mereka hanya peduli dengan tugas masing-masing yang dikerjakan setiap hari. Mereka tidak tahu bagaimana kontribusi mereka (tampak seperti orang-orang tak bersalah yang diisolasi) berhubungan dengan bawahan lainnya di bagian lain dari pemerintahan bisnis, atau apa-lah. Mereka ‘dibagi-bagi’, dan hanya orang-orang yang mengetahui bagaimana semua itu tersusun yang dapat duduk di level puncak, yang jumlahnya sedikit – keluarga garis darah dan antek-anteknya. Piramida yang lebih kecil, layaknya cabang bank lokal, tersusun ke dalam piramida yang semakin besar, sampai pada akhirnya Anda akan melihat piramida yang mengarahkan semua bank ini. Ini sama dengan korporasi transnasional, partai politik, masyarakat rahasia, kerajaan media, dan militer. Jika Anda memperhatikan hingga agak ke level atas, dalam struktur ini semua korporasi transnasional (seperti kartel minyak), partai politik besar, masyarakat rahasia, kerajaan media, dan militer (contohnya melalui NATO), semua dikendalikan oleh keluarga yang sama yang duduk di puncak pramida terbesar. Pada ujungnya, terdapat sebuah piramida global yang mencakup semua piramida lain… Di puncak piramida global ini, Anda akan menemukan Illuminati paling elit, orang-orang ‘paling murni’ dalam garis darah mereka. Dengan cara ini, mereka dapat mengkoordinasikannya namun tampak tak berhubungan, bahkan ‘berlawanan’ dengan wilayah-wilayah lain masyarakat rahasia ini, sama-sama trik politik. Semua jalan yang ada pada akhirnya menuju pada mereka.” – David Icke, “Tales from the Time Loop”
New World Order sudah hampir lengkap dengan semakin meningkatnya asumsi bahwa PBB berperan sebagai pemerintah dunia; pengadilan dunia sudah ada di Belanda, NATO sudah siap diperluas menjadi tentara dunia; Bank Dunia/IMF akan menyatukan perbankan; penyatuan mata uang, seperti Euro dan yang akan segera muncul, Amero, dapat menggabungkan mata uang dunia. Uni Eropa telah menyatukan Eropa, Uni Amerika Utara (SPP) kini sedang dibangun, dan begitu juga Uni Asia (APEC). Tujuan akhir dan misinya adalah pemerintahan global di bawah PBB yang didasarkan pada sistem komunis. Mereka ingin memiliki satu Raja/Presiden yang sangat kuat dengan tentara dunia yang membantunya. Mereka menginginkan sebuah sistem pemerintahan global yang bersifat top-down (dari atas ke bawah) yang memerintah hukum dunia melalui penyatuan organisasi dan interdependensi total semua bangsa, secara ekonomi, politik, dan militer.
“Sistem penaklukan dunia melalui New World Order telah benar-benar terlihat, tapi ini juga sangat besar dan masif sehingga tetap tersembunyi dari pandangan biasa. Salah satu tanggapan umum yang paling sering saya dengar dari rata-rata individu yang sudah terkotak-kotak, adalah bahwa mustahil ada sekelompok masyarakat yang berusaha mendirikan pemerintahan dunia. Mereka yang menyangkal tersebut, menyatakan, ‘Itu terlalu besar…pasti akan terbongkar…mereka tak mungkin bisa menyembunyikannya…’ Kebanyakan orang menilai dunia menurut pedoman moral mereka. Karena sebagian besar individu tidak jahat, memiliki keajaiban sifat pengendalian sociopathic, mereka jadi tak dapat mengukur jurang gelap yang menjadi jiwa para pelayan elit global tersebut. New World Order merupakan perpaduan beberapa kerajaan yang masih bertahan, keluarga-keluarga pedagang hebat, raja-raja barbar, keluarga perbankan yang didirikan di zaman pertengahan, serta keluarga kerajaan Eropa. Seiring berjalannya waktu, mereka belajar bahwa andaikan diri mereka dapat menyembunyikan kekuatan besar mereka yang sebenarnya, serta mendirikan pemerintah boneka melalui kebudayaan yang sudah mereka pengaruhi, maka masyarakat akan bisa menerima bentuk tirani yang lebih besar. Di akhir abad ke-20, ketika formasi sejati pemerintahan dunia sudah memasuki tahap akhir, para globalis mulai mengerjakan sesuatu yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Mereka mulai mengakui bahwa memang benar-benar ada sebuah gerakan menuju New World Order, lengkap dengan suatu Pengadilan Dunia, Perpajakan Dunia, serta Tentara Dunia untuk menegakkan undang-undangnya yang zalim. Beberapa tahun lalu, rata-rata orang yang ada di jalan-jalan raya menolak mengakui kemungkinan adanya suatu pemerintahan dunia. Kini orang-orang tersebut akan berteriak, ‘Ya, memang ada suatu pemerintahan dunia – dan kita membutuhkannya untuk melindungi diri kita dari terorisme!’ Rencana para globalis sejauh ini adalah bahwa sekarang sudah saatnya mengakui pemerintahan dunia sebagai sebuah kenyataan. Para ahli propaganda mereka mengelu-elukan New World Order sebagai satu-satunya sistem yang akan menjaga kita tetap aman dan terlindungi. Pada kenyataannya, pemerintahan tersebut justru memimpin tindakan-tindakan terorisme.”– Alex Jones, “911 Decent into Tyranny”
Setelah beberapa dekade, kini para politisi, korporat pengendali media, dan sekolah umum, mempromosikan agenda Satu Dunia sebagai sesuatu yang tak dapat dielakkan, sebuah langkah maju yang berguna bagi kemanusiaan. Mereka mengatakan bahwa satu pemerintahan dunia, satu tentara dunia, dan satu mata uang, akan menyatukan kita sebagai masyarakat global, yang mengakhiri semua peperangan dan kemiskinan. Ini tidak benar. Ada lebih banyak peperangan di tahun 1960 hingga sekarang, sejak didirikannya PBB tahun 1945, dibanding dengan sebelum PBB berdiri – sudah lebih dari 140 peperangan. Ini berarti PBB gagal menjalankan tugasnya, yang menjadi alasan pendiriannya – yaitu mengakhiri semua peperangan.
“Old World Order berubah setelah badai peperangan ini berakhir. Old international order akan berakhir secara tiba-tiba, tanpa diduga, dan total, seolah-olah tersapu oleh sebuah banjir besar, badai besar, atau letusan gunung berapi. Old World Order mati jika sudah tiba saatnya, dan New World Order terlahir saat saya bicara sekarang ini, disertai kepedihan yang begitu mengerikan sehingga tampak hampir tak masuk akal, dengannya kehidupan dapat keluar dari penderitaan menakutkan serta duka cita yang luar biasa.” – Nicholas Murray Butler, dengan alamatnya ditujukan ke depan kantor Persatuan Liga Philadelphia, 27 November, 1915
Setelah Perang Dunia I, Perjanjian Versailles menghasilkan kesepakatan pendirian Liga Bangsa-Bangsa yang dipromosikan sebagai kendaraan untuk perdamaian dunia, namun sebenarnya sebagai upaya pertama untuk memerintah dunia. Liga Bangsa-Bangsa telah gagal, baik dalam dalam menyatukan pemerintah-pemerintah dunia maupun dalam mengangkat perdamaian. Perjanjian Versailles juga gagal dan dicela karena membebankan biaya perbaikan yang tak masuk akal terhadap rakyat Jerman – biaya yang menimbulkan kesulitan ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan kebangkitan Sosialisme Nasional serta Hitler. Pada saat itu, Presiden AS Woodrow Wilson mengatakan, berkaitan dengan Perjanjian Versailles tersebut, “Jika saya orang Jerman, saya tak akan pernah mau menandatanganinya.”
“Kita telah menulis sebuah dokumen yang menjamin munculnya perang dalam 20 tahun mendatang… Saat Anda mengajukan syarat kepada seseorang [Jerman] yang mustahil bisa dipenuhi, sebenarnya Anda sedang memaksanya melanggar perjanjian tersebut atau mengajak perang. Meski kita mengubah isi perjanjian tersebut, dan membuatnya dapat diterima oleh rakyat Jerman, ataupun jika generasi baru mematuhinya, mereka akan mencobanya lagi.” – Perdana Menteri Inggris, David Lloyd George
“Di akhir perang tahun 1919, pertemuan Perjanjian Versailles dihadiri oleh beberapa orang yang memiliki hubungan dengan Rothschild, seperti Paul dan Max Warburg, John Foster Dulles (Kuhn-Loeb), Colonel House, Thomas Lamont (Morgans), dan Allen Dulles (Kuhn-Loeb). Istilah kasarnya, Perjanjian Versailles sepenuhnya dirancang guna mempersiapkan pentas untuk Perang Dunia II. Seorang delegasi mengatakan: ‘Ini bukan perdamaian; ini hanya genjata senjata selama 20 tahun.’ Sudah dipastikan, di tahun 1939 Perang Dunia II dimulai. Produk lainnya dari Perjanjian Versailles adalah Piagam Liga Bangsa-Bangsa karya para elit – upaya pertama Illuminati dalam menciptakan institusi global. Liga Bangsa-Bangsa kemudian gagal. Ini dihentikan karena adanya keperluan untuk menciptakan organisasi dengan fokus khusus/think tank, yang bisa mempromosikan New World Order. Karena itulah didirikan Institusi-Institusi Hubungan Luar Negeri – CFR, RIIA, dan lainnya.” – Fritz Springmeier, “Bloodlines of the Illuminati”
Pada saat yang bersamaan dengan Perjanjian Versailles, tokoh-tokoh tinggi dalam piramida konspiratif tersebut mengadakan pertemuan rahasia di Hotel Majestic, Paris. Hasil dari pertemuan ini adalah pembentukan Council on Foreign Relations (CFR) di Amerika dan Royal Institute of International Affairs (RIIA) di Inggris, dengan dana diantaranya dari Cecil Rhodes, Rockefeller, dan Rothschild. Misi CFR adalah untuk menghanyutkan kedaulatan nasional Amerika ke dalam Satu Pemerintahan Dunia. Ini akan dijelaskan secara detail nanti.
“Konferensi perdamaian telah diadakan. Itu akan menjadi momen paling bersejarah dan dengan keputusan-keputusannya akan menjaga keseimbangan New World Order dan kedamaian dunia di masa depan.” – M. C. Alexander, Sekretaris Eksekutif di American Association for International Conciliation, dalam sebuah surat reguler untuk International Conciliation (1919)
“Sidang Liga diadakan di Paris pada tahun 1919 tapi banyak negara menganggapnya sebagai ancaman terhadap kedaulatan mereka dan menolak untuk bergabung. Frustrasi dengan pemboikotan Liga Bangsa-Bangsa yang dilakukan oleh Kongres AS, Intelijen Inggris dengan bantuan keluarga Rockefeller mendirikan Council on Foreign Relations di kota New York pada tahun 1921. Dewan ini merekrut orang-orang Amerika terbaik dan paling cerdas untuk menyokong perkembangan Kerajaan Anglo-Amerika. Misi yang ditetapkan CFR adalah menghapus rasa kebangsaan negara agar tunduk pada pemerintahan kuat di dunia yang dikuasai oleh sekelompok kecil elit.” – Alex Jones, “Endgame DVD”
Setelah mendirikan Liga Bangsa-Bangsa, Council on Foreign Relations, dan Royal Institute of International Affairs, para globalis sukses memulai peralihan dari kemerdekaan nasional dunia lama menuju saling ketergantungan internasional dunia baru.
“Jika ada orang-orang yang berpikir kita akan segera melompat ke dalam New World Order…mereka pasti kecewa. Jika kita akan mencapai masa tersebut, itu hanya akan tercapai setelah melalui usaha yang penuh kesabaran dan ketekunan jangka panjang. Situasi internasional yang dipenuhi oleh ketidakpercayaan dan ketakutan sekarang ini hanya bisa diperbaiki dengan formula kesetaraan status, yang terus-menerus diterapkan pada setiap fase hubungan internasional hingga jaringan laba-laba dari dunia lama tersebut tersikat habis dari pikiran orang-orang di semua wilayah.” – Dr. Augustus O. Thomas, presiden World Federation of Education Associations (Agustus 1927), dikutip dalam buku “International Understanding: Agencies Educating for a New World” (1931)
H.G. Wells, penulis terkenal buku-buku berjudul “Time Machine”, “War of the Worlds”, dan “The Invisible Man”, adalah anggota Intelijen Inggris, Committee of 300, dan juga seorang Mason dan Fabian. Dia sangat mengetahui agenda Satu Dunia yang digembar-gemborkan para globalis, dan menulis banyak buku yang menguraikan tentang hal tersebut dengan judul seperti: “The Open Conspiracy”, “The Shape of Things to Come”, “World Brain”, “A Modern Utopia”, dan “The New World Order”.
“Dunia politik dalam… Konspirasi Terbuka harus-lah memperlemah, menghapus, menggabungkan, dan menggantikan pemerintahan-pemerintahan yang ada… Konspirasi Terbuka adalah warisan alami dari semangat sosialis dan komunis; ia mungkin menguasai Moscow sebelum New York… Sifat dari Konspirasi Terbuka akan diperlihatkan secara jelas… Ia akan menjadi agama dunia… Saya yakin Konspirasi Terbuka pertama-tama akan muncul sebagai organisasi intelijen, dan pada umumnya terdiri dari orang-orang kaya, sebagai gerakan yang memiliki maksud politis dan sosial yang jelas, dan secara terang-terangan mengabaikan alat pengawasan politik yang ada, atau hanya menggunakannya sebagai alat yang digunakan sekali-kali dalam setiap tahapan, sebuah gerakan yang terdiri dari sejumlah orang dengan tujuan tertentu, yang akan segera mengetahui, dengan sebuah kejutan, tujuan umum yang sedang mereka tempuh. Dengan semua jenis cara, mereka akan mempengaruhi dan mengendalikan pemerintahan gadungan.” – H.G. Wells, “The Open Conspiracy: Blue Prints for a World Revolution” 1928
Menulis buku seperti “The Open Conspiracy” dan sekaligus menjelaskan sifat rencana-rencana kediktatoran ilmiah mereka – para konspirator bersembunyi dalam keterbukaan. Dengan membaca mengenai kebebasan kita yang terlanggar, kita menganggapnya sebagai sesuatu yang tak dapat dihindarkan. Ini disebut dengan “predictive programming” dan hari ini terus-menerus digunakan dalam buku, majalah, film, dan bentuk-bentuk media massa lainnya. Ide-ide tersebut disebarkan ke dalam pikiran masyarakat sebagai hipotesis atau fiksi-ilmiah. Ini menghilangkan sensitifitas dan mem-prakondisi-kan masyarakat agar menerima tahapan implementasi kediktatoran yang dianggap fiksi-ilmiah. Saat para teknokrat global merayap di sekitar kita, secara tak sadar kita sudah benar-benar terprogram untuk menerima masa depan seperti itu.
“Seorang Fabian seperti H.G. Wells, yang menulis dengan begitu fasih mengenai New World Order dalam buku-buku seperti “The New World Order”, “A Modern Utopia”, “The Open Conspiracy: Blue Prints For A World Revolution”, adalah seekor serigala berbulu domba. Buku-buku H.G. Wells membuat New World Order terdengar seperti sesuatu yang menguntungkan bagi semua orang, semacam Utopia. Sebenarnya tidak akan sepert itu.” – Fritz Springmeier, “Bloodlines of the Illuminati”
Pada tahun 1933, H.G. Wells menerbitkan buku “The Shape of Things to Come” yang diduga merupakan karya fiksi-ilmiah mengenai negara dunia yang diperintah oleh kediktatoran yang penuh kebaikan. Selain itu, buku ini memprediksikan secara akurat Perang Dunia II yang dimulai sekitar tahun 1940 berawal dari perselisihan Jerman/Polandia. Buku tersebut lalu memprediksikan bahwa agenda pemerintahan dunia akan berhasil pada upayanya yang ketiga di sekitar tahun 1980 setelah beberapa peristiwa yang terjadi di Irak. Meski 1980 agak lebih awal, prediksi Wells tampaknya akan terlaksana di tahun 2008 sekarang.
“Meskipun pemerintahan dunia sudah jelas-jelas datang sejak beberapa tahun yang lalu, meskipun pemerintahan dunia selalu ditakutkan dan dibisikkan, namun tak ada perlawanan yang dipersiapkan di manapun juga.” – H.G. Wells, “The Shape of Things to Come”
Fabian Society, dimana H.G. Wells menjadi anggotanya, juga telah menjadi alat untuk mempromosikan New World Order. Misi mereka adalah memajukan sosialis secara bertahap dan reformis, bukan secara revolusioner. Logo mereka adalah seekor serigala yang mengenakan setelan domba. Serigala berbulu Domba. Berikut adalah contoh pemikiran seorang Fabian:
“Memainkan jutaan pikiran, mengawasi bagaimana mereka secara perlahan merespon stimulus yang tak terlihat, menuntun cita-cita mereka tanpa sepengetahuan mereka – baik dalam skala besar maupun kecil, merupakan sebuah permainan catur yang besar dan tanpa akhir dengan kegembiraan yang luar biasa.” – Sidney Webb, pendiri Fabian Society
“Di balik penggolongan manusia, terdapat Orang-Orang Tercerahkan yang memiliki hak dan wewenang untuk mengawasi perubahan manusia dan menuntun takdir manusia… Mereka melakukannya melalui penanaman ide dalam pikiran para pemikir dunia, sehingga ide-ide tersebut pada waktunya akan memperoleh pengakuan dan pada akhirnya akan mengendalikan faktor-faktor dalam kehidupan manusia. Mereka mendidik para anggota Kelompok Baru Pelayan Dunia dengan tugas mengubah ide-ide ini menjadi tujuan. Ini pada gilirannya menjadi tujuan yang diinginkan oleh para pemikir dan kemudian diajarkan kepada kelas menengah ke atas dan siap memasuki bentuk pemerintahan atau agama dunia, hingga akhirnya membentuk dasar New World Order.” – Alice Bailey, anggota Occultist, Fabian Society, dan pimpinan Lucis Trust
Pada tahun 1933, presiden FDR (Franklin D. Roosevelt-pen), seorang Mason level 33, memasukkan simbol Segel Besar (Great Seal) pada uang dolar, yang mencakup kata-kata berbahasa Latin “Novus Ordo Seclorum” sebagai terjemahan dari “New Secular Order” atau “New World Order”. Istilah tersebut kemudian digunakan oleh anggota Thule Society, yaitu Adolf Hitler, saat ia mengatakan, “National Socialism (Nazism) akan mempergunakan revolusinya sendiri untuk mendirikan New World Order.” Tak lama kemudian, di tahun 1939, H.G. Wells menulis buku berjudul “The New World Order”, yang isinya mendukung pemerintahan Satu-Dunia yang terpusat.
“Saat perjuangan tersebut terlihat menyimpang secara nyata menuju demokrasi sosial dunia, mungkin masih terdapat penundaan dan ketidakpuasan yang sangat besar sebelum menjadi sistem dunia yang efisien dan bermanfaat. Tak terhitung masyarakat – yang akan membenci New World Order – dan akan berusaha mati-matian menolaknya. Ketika kami berupaya mengevaluasi harapan yang dijanjikan, kami harus mengemban dalam pikiran kami tentang kesulitan sebuah generasi begitupun ketidakpuasannya, banyak dari mereka yang cukup sopan dan tampak ramah.” – H. G. Wells, “The New World Order” 1939
Pada tahun 1940, Carnegie Endowment for International Peace mempublikasikan “The New World Order” yang meliputi ide-ide tentang satu Federasi Dunia dengan rencana khusus untuk World Order yang akan diimplementasikan setelah perang. Pada 28 Juni 1945, 6 minggu sebelum bom atom yang mengakhiri Perang Dunia II, presiden AS ke-33 yang juga Freemason level 33, Harry Truman, menganjurkan kepada pemerintah-pemerintah dunia dengan mengatakan, “Bagi bangsa-bangsa, bergabung dalam sebuah republik dunia akan semudah seperti saat kita bergabung dengan republik AS.” Pada 24 Oktober 1945, Piagam PBB diberlakukan, dan calon badan pemerintahan dunia telah dibangun.
“Sekali lagi, para elit mengklaim bahwa hanya pemerintahan global yang dapat menyelamatkan kemanusiaan dari kebinasaan dan pada saat tersebut para elit akan berhasil membangun badan dunia mereka. Pada April 1945… PBB didirikan oleh pemenang Perang Dunia II. Kompleks kantor PBB kemudian dibangun di Kota New York di atas tanah pemberian John D. Rockefeller. Sesaat setelah para elit tersebut mendirikan PBB sebagai basis mereka di AS, Dewan Dunia yang baru dibentuk tersebut dengan cepat mulai bekerja pada fase selanjutnya sesuai rencana mereka: pembentukan negara superior lintas benua secara bertahap. Langkah pertama dalam rencana segitiga mereka adalah pembentukan Uni Eropa. Menyatukan Eropa telah dicoba beberapa kali dan sangat tidak disukai. Ketika Napoleon dan Hitler gagal menyelesaikan tujuan mereka dengan menggunakan kekuatan, maka para globalis akan berhasil dengan menggunakan penyamaran.” – Alex Jones, “Endgame” DVD
“Perang Dunia II memudahkan rakyat Amerika menerima institusi ‘penjaga perdamaian’ global – PBB. Setelah AS menolak upaya pertama yaitu pendirian Liga Bangsa-Bangsa, Illuminati memutuskan untuk mendirikan cabang Rothschild dengan didanai oleh kelompok Round Table, yang dapat membantu mempengaruhi masyarakat barat menuju globalisme.” – Fritz Springmeier, “Bloodlines of the Illuminati”
Pada tahun 1948, George Orwell menulis “1984”, novel fiksi-gadungan lainnya mengenai jaringan big brother pengendali masyarakat yang akan datang. Orwell mengatakan, “Jika Anda menginginkan gambaran masa depan, bayangkan sebuah sepatu bot yang memberi cap pada wajah kemanusiaan untuk selamanya.” Pada 7 Februari 1950, penasehat keuangan Franklin D. Roosevelt, yaitu seorang bankir internasional bernama James Paul Warburg, menyatakan di hadapan Komisi Hubungan Luar Negeri Senat AS bahwa, “Kita akan memiliki Pemerintahan Dunia, suka atau tidak suka. Satu-satunya pertanyaan adalah apakah Pemerintahan Dunia tersebut dicapai melalui penaklukan atau persetujuan.”Dua hari kemudian, Subkomisi Hubungan Luar Negeri Senat memperkenalkan Resolusi 66 yang menyatakan bahwa Piagam PBB “harus diubah demi mempersiapkan konstitusi pemerintahan dunia yang sesungguhnya.” Pada 1952, seorang globalis yang juga anggota Committee of 300, Bertrand Russell, menulis “The Impact of Science on Society”. Russell, seperti halnya Wells, menulis secara luas mengenai pemerintahan dunia dan kediktatoran saintifik di masa depan:
“Harus diakui memang terdapat hambatan psikologis mengenai satu pemerintahan dunia. Sumber kohesi sosial yang utama di masa lalu, saya ulangi, adalah perang: hasrat yang menginspirasi perasaan bersatu adalah kebencian dan ketakutan. Ini tergantung pada eksistensi musuh, nyata atau potensial. Sepertinya pemerintahan dunia hanya dapat dipertahankan dengan kekuatan, bukan dengan loyalitas spontan yang kini menginspirasi sebuah bangsa dalam peperangan.” – Bertrand Russell, “The Impact of Science on Society” (36)
“Mungkin dewasa ini pemerintahan jauh lebih menindas dibanding di masa lalu sebelum adanya teknik saintifik. Propaganda membuat persuasi menjadi lebih mudah bagi pemerintah; kepemilikan publik atas gedung dan surat kabar membuat kontra-propaganda menjadi lebih sulit; dan keefektifan persenjataan modern membuat harapan umum menjadi mustahil. Revolusi takkan berhasil dalam sebuah negara modern tanpa memperoleh dukungan setidaknya dari sebagian angkatan bersenjata. Tapi angkatan bersenjata dapat dibuat loyal dengan diberi standar hidup yang lebih tinggi dari pekerja lain, dan ini semakin mudah dengan melaksanakan semua langkah pendegradasian buruh biasa. Dengan demikian, kejahatan sistem ini membantu memberikan stabilitas. Terlepas dari tekanan eksternal, tak ada alasan lagi sebuah rezim semacam itu tidak bisa bertahan dalam waktu yang sangat lama.” – Bertrand Russell, “The Impact of Science on Society” (61)
“Masyarakat dunia yang saintifik tidak dapat stabil tanpa adanya satu pemerintahan dunia…tanpa pemerintahan dunia yang memastikan pengendalian angka kelahiran secara universal, harus selalu ada perang besar, di mana hukuman atas kekalahan yang dialami adalah tersebar-luasnya kematian akibat kelaparan… Tanpa, pada suatu tahap, adanya satu kekuatan atau kelompok kekuatan yang berjaya dan mulai membangun satu pemerintahan dunia dengan monopoli angkatan bersenjata, sudah jelas peradaban pasti akan runtuh hingga peperangan saintifik menjadi mustahil – yaitu hingga sains punah.” – Bertrand Russell, “The Impact of Science on Society” (117)
Sesaat setelah buku Russell, anggota Committee of 300 lainnya, Aldous Huxley, menulis “Brave New World” yang membahas tentang kediktatoran saintifik farmakologis masa depan di mana warga negara yang dicekoki obat-obatan digambarkan sebagai “orang-orang depresi yang tersenyum yang mencintai perbudakan atas diri mereka”. Kakek Aldous Huxley, T. H. Huxley, merupakan anggota Committee of 300 yang terkenal sebagai “Darwin’s Bulldog” (Anjing Darwin), karena ia bersikukuh mempertahankan teori evolusi dan menyokong scientism. H. G. Wells mengenal kedua Huxley tersebut dan menganggap T. H. Huxley sebagai mentornya. Pada 1959, Aldous Huxley memberikan salah satu pidato terakhirnya yang disebut “The Final Revolution” di fakultas kedokteran UC, di mana ia menyatakan: “Di generasi mendatang akan ada satu metode farmakologis untuk membuat orang-orang mencintai perbudakan atas diri mereka dan untuk menciptakan kediktatoran tanpa air mata, boleh dikatakan demikian. Membangun semacam kamp konsentrasi tanpa rasa sakit untuk seluruh masyarakat sehingga, pada kenyataannya, mereka kehilangan kebebasan mereka namun tetap menikmatinya, karena mereka dialihkan dari segala keinginan untuk memberontak – melalui propaganda, brainwashing, atau brainwashing yang ditingkatkan dengan metode farmakologis; dan ini sepertinya merupakan revolusi terakhir.”
“Para diktator terdahulu jatuh karena mereka tidak pernah memberi budak mereka dengan cukup roti, sirkus, keajaiban, dan misteri. Dengan kediktatoran saintifik, pendidikan akan benar-benar bekerja…sebagian besar pria dan wanita akan tumbuh untuk mencintai perbudakan atas dirinya dan takkan pernah memimpikan revolusi. Sepertinya tak ada alasan untuk menggulingkan kediktatoran saintifik.” – Aldous Huxley, “Brave New World Revisited”
Dalam bukunya, “The Future of Federalism” terbitan 1962, gubernur New York (yang memiliki hubungan garis darah) yang juga anggota CFR, Nelson Rockefeller, mempromosikan New World Order. “Negara-bangsa menjadi semakin tidak kompeten untuk melaksanakan tugas-tugas politik internasionalnya… Ada beberapa alasan yang memaksa kita untuk benar-benar memimpin menuju pendirian ‘new world order’… Segera, lebih cepat dari yang kita bayangkan,…akan berkembang dasar-dasar untuk struktur federal ‘free world’.” Beberapa tahun kemudian, 26 Juli 1968, saat berkampanye untuk pencalonan presiden, Nelson Rockefeller mengatakan pada Associated Press bahwa “jika menjadi presiden, ia akan bekerja untuk pendirian ‘new world order’.”
Presiden (dengan garis darah) yang juga anggota CFR, Richard Nixon, dalam Foreign Affair Oktober 1967 menyatakan: “Pemikiran tentang peningkatan keeratan di wilayah Asia tercermin dengan adanya kecenderungan untuk mengurus persoalan dan loyalitas dalam lingkup regional, dan untuk menyusun pendekatan regional menuju pertumbuhan dan menuju perkembangan ‘new world order’.”
Pada 1969, anggota Kongres kulit hitam pertama, dari New York, Adam Clayton Powell Jr., dalam acara David Frost Show bersuara berkenaan dengan pemerintah rahasia. Ia mengatakan bahwa dirinya mungkin akan dibunuh karena telah mempublikasikan banyak hal, dan memang demikian, segera setelah itu ia tewas secara mencurigakan.
Zbigneiw Brzezinski adalah seorang mantan Penasehat US National Security, pendiri Trilateral Commission, anggota CFR, Club of Rome, dan Committee of 300. Ia merupakan keturunan Polish Black Nobility (Old World Order) dan kolega Henry Kissinger. Dalam bukunya yang berjudul “Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan kendali (control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan segara terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara terus-menerus dan pemeliharaan file-file agar tetap up-to-date, yang mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan perilaku semua warga di samping data lain yang lebih umum. File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para penguasa. Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan informasi. Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program untuk mengatasinya. Ini, setelah beberapa dekade berikutnya, akan mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah Kediktatoran yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang kita kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir abad ini, kemungkinan penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik pada manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
“Brzezinski adalah pengarang sebuah buku yang pastinya telah dibaca oleh semua warga Amerika yang menaruh perhatian pada masa depan negara ini. Buku berjudul “The Technotronic Era” itu dipesan oleh Club of Rome. Buku itu merupakan pengumuman terbuka tentang cara dan metode yang digunakan untuk mengendalikan Amerika Serikat di masa mendatang… Brzezinski, saat berbicara untuk Committee of 300, mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang bergerak ‘menuju sebuah era yang berbeda dari pendahulunya; kita sedang bergerak menuju ‘technotronic era’ yang dapat dengan mudah menjadi sebuah kediktatoran…’ Brzezinski selanjutnya mengatakan bahwa masyarakat kita ‘sekarang berada dalam revolusi informasi yang berlandaskan pada fokus hiburan, tontonan (pemberitaan peritiwa-peristiwa hiburan melalui televisi) yang menjadi racun bagi orang banyak yang tak memiliki tujuan.’ Apakah Brzezinski merupakan seorang peramal? Apakah ia bisa melihat masa depan? Jawabannya TIDAK; apa yang ia tulis dalam bukunya disalin dari blueprint milik Committee of 300 yang diserahkan ke Club of Rome untuk dilaksanakan.” – John Coleman, “Conspirators Hierarchy: The Story of the Committee of 300”
Dalam jurnal Council of Foreign Relations (CFR), “Foreign Affairs”, terbitan April 1974, anggota Richard N. Gardner menulis: “New World Order harus dibangun dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Ini akan terlihat seperti ‘dentuman dan dengungan kebingungan’ yang besar, menggunakan deskripsi realitas William James yang terkenal itu, tapi dengan sebuah dasar yang mengitari ‘kedaulatan nasional’, yang mengikisnya sepotong demi sepotong, akan mencapai jauh lebih banyak hasil daripada melalui serangan frontal gaya lama.”
Pada Oktober 1975, saat pidato di depan Majelis Umum PBB, Henry Kissinger mengatakan, “Sejarah negara saya, Tuan Presiden, menceritakan bahwa kita mungkin dapat menciptakan persatuan sambil menghargai keragaman, bahwa semangat umum adalah mungkin meski terdapat beragam ras, kepentingan, dan agama seperti yang kita lihat di ruangan ini. Kemajuan, perdamaian, dan keadilan dapat dicapai. Jadi kami katakan kepada semua orang dan pemerintah: Mari kita bersama-sama menciptakan tatanan dunia baru.”
Kemudian, pada 24 Oktober 1975, World Affairs Council di Philadelphia mengeluarkan “Declaration of Interdependence” yang ditandatangani oleh 125 anggota DPR dan Senat AS. Deklarasi itu berbunyi,“Jika, dalam perjalanan sejarah, kepunahan mengancam kemanusiaan, rakyat Amerika Serikat perlu mendeklarasikan interdependensi mereka dengan rakyat dari semua bangsa dan harus memeluk prinsip tersebut dan membangun institusi-institusi yang akan memungkinkan manusia untuk bertahan hidup dan memungkinkan peradaban untuk tumbuh…dua abad lalu para leluhur kita melahirkan sebuah bangsa baru; kini kita harus bergabung dengan yang lain untuk melahirkan sebuah tatanan dunia baru.”
Pada 1975, Richard A. Falk menulis sebuah buku berjudul “On the Creation of a Just World Order”. Dalam salah satu bagian buku berjudul “Toward the New World Order: Modest Methods and Drastic Visions”, Falk menulis, “Tatanan yang telah ada sedang jatuh dengan kecepatan yang sangat tinggi, dan persoalan utamanya adalah apakah kemanusiaan mau mengerahkan peran yang positif dalam pembentukan tatanan dunia baru atau menanti keruntuhan dengan sikap pasif. Kami yakin ‘new order’ akan lahir tak sampai melewati abad berikutnya dan bahwa penderitaan generasi tua dan kepedihan generasi baru akan menjadi masa ujian bagi spesies manusia.”
Anggota Kongres lainnya yang bersuara adalah Larry P. McDonald, yang kemudian terbunuh di atas sebuah pesawat yang secara mencurigakan ditembak jatuh oleh Soviet. Pada 1976 ia mengatakan,“Kampanye Rockefeller dan sekutu-sekutunya adalah menciptakan satu pemerintahan dunia yang menggabungkan superkapitalisme dan komunisme di bawah satu tenda, semuanya di bawah kendali mereka… Apakah maksud saya adalah konspirasi? Ya, memang demikian. Saya yakin terdapat semacam persekongkolan, bersifat internasional dalam hal lingkup, bergenerasi-generasi dalam hal perencanaan, dan memiliki maksud sangat jahat.”
“Terdapat sebuah Pemerintahan bayangan beserta Angkatan Udaranya, Angkatan Lautnya, mekanisme pendanaannya, dan kemampuan untuk mengejar gagasan-gagasannya mengenai kepentingan nasional, bebas dari semua proses check and balance, dan bahkan bebas dari hukum.” – Senator Daniel K. Inouye, 1977
“Kemajuan global hanya mungkin tercapai melalui pencarian konsensus universal dalam gerakan menuju tatanan dunia baru.” – Mikhail Gorbachev, pidato di PBB, Desember 1988
“Kita bisa melihat, melampaui bayang-bayang perang saat ini di Timur Tengah, ke sebuah tatanan dunia baru di mana pihak yang kuat bekerja bersama-sama untuk mencegah dan menghentikan agresi. Ini sama dengan impian Franklin Roosevelt dan Winston Churchill tentang perdamaian selama periode pasca perang.” – Richard Gephardt, Wall Street Journal, September 1990
“Krisis di Teluk Persia menawarkan kesempatan langka untuk bergerak menuju periode kerjasama yang sangat historis. Pada masa-masa yang penuh masalah ini, New World Order dapat muncul.” – Presiden George Bush, pidato di Kongres, 11 September 1990
“Jika kita tidak mengikuti suara hati pedoman moral kita dan tidak berdiri untuk kehidupan manusia, maka ketidakpatuhan manusia pada hukum akan mengancam perdamaian dan demokrasi New World Order yang saat ini sedang muncul, impian panjang yang telah lama kita usahakan.” – Presiden George Bush, Januari 1991
“Tapi seiring berjalannya waktu, semakin jelas bahwa dalam pikiran Tuan Bush New World Order dibangun di atas pertemuan tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan AS dan Uni Soviet, yang begitu kuat dan permanen sehingga mereka bekerja sebagai sebuah tim melalui Dewan Keamanan PBB.” – A. M. Rosenthal, New York Times, Januari 1991
“Saya akan mendukung kandidat Presiden yang berjanji mengambil langkah-langkah berikut:… Di akhir perang Teluk Persia, tekanan untuk penyelesaian komprehensif di Timur Tengah dan untuk ‘tatanan dunia baru’ bukan didasarkan pada Pax Americana tapi pada perdamaian melalui undang-undang oleh PBB dan Pengadilan Dunia yang lebih kuat.” – George McGovern, New York Times, Februari 1991
“Yang dipertaruhkan jauh lebih banyak dari sekadar sebuah negara kecil. Ide besarnya, New World Order, adalah bermacam-macam bangsa yang dipersatukan dalam tujuan bersama untuk mencapai aspirasi kemanusiaan secara universal—perdamaian dan keamanan, kebebasan dan penegakan hukum. Pada masa-masa penuh masalah ini, tujuan kita yang kelima, tatanan dunia baru, dapat muncul. Kini kita melihat dunia baru sedang mewujud, sebuah dunia yang di dalamnya terdapat prospek ‘new world order’ yang sangat nyata.” – Presiden George Bush, State of the Union Address, 11 September 1991
“George Bush telah mengelilingi dirinya sendiri dengan orang-orang yang meyakini satu pemerintahan dunia. Mereka percaya bahwa sistem Soviet dan sistem Amerika bisa dipertemukan. Kendaraan untuk mencapai hal ini adalah PBB, mayoritas dari 166 negara anggotanya merupakan sosialis, ateis, dan anti-Amerika.” – Duta Besar AS, David Funderburk, 1991
“Di abad mendatang, bangsa-bangsa akan menjadi usang; semua negara akan mengakui satu otoritas global. Akhirnya, kedaulatan nasional takkan lagi menjadi ide yang agung.” – Strobe Talbot, Deputi Menteri Luar Negeri Presiden Clinton, Majalah Time, 20 Juli 1992
“Mulai sekarang, prinsip sakral yang tersimpan dalam piagam PBB akan dijanji-setiai oleh rakyat Amerika.” – George Bush, 1992
“Akta Final Putaran Uruguay, yang menandai akhir negosiasi perdagangan paling ambisius dari negara kita, akan melahirkan—di Maroko—Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), pilar New World Order yang ketiga, bersama dengan PBB dan IMF.” – bagian kecil dari iklan pemerintah Maroko dalam New York Times, April 1994
“[New World Order] tidak akan tercapai tanpa partisipasi AS, karena kita adalah komponen yang paling penting. Ya, akan ada New World Order, dan itu akan memaksa PBB mengubah persepsinya.” – Henry Kissinger, Konferensi Pers World Affairs Council, Hotel Regent Beverly Wilshire, 19 April 1994
“Kita sedang berada pada ambang transformasi global. Yang kita butuhkan adalah krisis besar dan kemudian bangsa-bangsa akan menerima New World Order.” – David Rockefeller dalam acara makan malam bersama para Duta Besar PBB, 23 September 1994
“Kita tidak akan mencapai tatanan dunia baru tanpa membayarnya dengan darah dan juga janji serta uang.” – Arthur Schlesinger Jr., dalam jurnal Foreign Affairs (milik CFR) Juli/Agustus 1995
“Untuk mencapai Satu Pemerintahan Dunia, kita perlu menyingkirkan individualisme dari pikiran manusia, dan loyalitas mereka kepada tradisi keluarga serta tanda pengenal nasional.” – Brock Chisholm, direktur sementara WHO
Pada 1998, Zbigniew Brzezinski menulis buku lainnya yang berjudul “The Grand Chessboard”, yang di dalamnya ia memperbandingkan kendali elit atas dunia dengan sebuah permainan catur dan secara akurat “memprediksikan” serangan teror Afghan dan kebangkitan Amerika menjadi negara polisi. Alex Jones meramalkannya dalam “911 Descent into Tyranny”: “Selama beberapa dekade yang lalu di masa Jimmy Carter dan Zbigniew Brzezinski (Penasehat Keamanan Nasional), para maharaja New World Order telah membiakkan dan menciptakan organisasi-organisasi teroris ini, mendanainya, dan melatihnya untuk menyerang Amerika. Zbigniew Brzezinski, pendiri Trilateral Commission bersama David Rockefeller dan tokoh terkemuka lainnya dalam sistem global, sebenarnya telah membual dalam bukunya “The Grand Chessboard” di tahun 1998 tentang bagaimana Amerika akan diserang oleh teroris Afghan. Sebuah perang demi pemerintahan global kemudian akan terjadi di Asia Tengah yang akan digunakan sebagai alasan untuk menggulirkan kartu ID nasional dan negara polisi global di Amerika Serikat ini. Menurut buku Brzezinski, semua hal yang terjadi sekarang telah direncanakan beberapa dekade yang lalu. Buku Brzezinski kemudian menjelaskan bagaimana Amerika harus bertahan hidup dengan mengikuti aturan dasar kerajaan dan bahwa musuh-musuh dari luar dibutuhkan untuk memobilisasi masyarakat di belakang hegemoni imperium tersebut.”
Hanya tiga hari setelah serangan 9/11 atas Pentagon dan World Trade Center, anggota CFR, Gary Hart, mengatakan pada C-Span, “Ada peluang bagi presiden Amerika Serikat untuk memanfaatkan peristiwa ini guna menjalankan ungkapan yang digunakan ayahnya…yaitu New World Order.”
Dalam buku riwayatnya, tahun 2002, David Rockefeller secara terbuka mengakui bahwa dirinya berkonspirasi dengan para globalis lain menuju satu tatanan dunia: “Beberapa orang bahkan percaya bahwa kami (keluarga Rockefeller) merupakan bagian dari komplotan rahasia yang bekerja melawan kepentingan Amerika Serikat, dengan menggolongkan saya dan keluarga saya sebagai “internasionalis” dan berkonspirasi dengan yang lain di seluruh dunia untuk membangun sebuah struktur ekonomi dan politik global yang lebih terintegrasi—satu dunia, jika Anda mau. Jika itu tuduhannya, saya memang bersalah, dan saya bangga atas hal itu.”
Paus Yohanes Paulus II menyatakan pada Pidato Hari Perdamaian Dunia tanggal 1 Januari 2004 bahwa, “Masyarakat menjadi semakin peduli dengan kebutuhan akan tatanan internasional.” Dalam buku Paus yang berjudul “The Keys of his Blood”, ia menulis, “Di akhir dekade ini, kita akan hidup di bawah Satu Pemerintahan Dunia yang pertama yang pernah ada dalam masyarakat bangsa-bangsa…sebuah pemerintahan dengan otoritas absolut yang memutuskan isu-isu dasar keberlangsungan hidup manusia. Satu pemerintahan dunia tidak dapat dielakkan.”
Dengan kesuksesan film Al-Gore, “An Inconvenient Truth” (seharusnya berjudul “Convenient Half-Truths”), dan nilai sains yang hina dari IPCC (panel PBB), para globalis berharap dapat meyakinkan kita bahwa pajak karbon dunia akan menyelamatkan kita dari pemanasan global. Pada 2007, Perdana Menteri Inggris, Gordon Brown, mengatakan, “New World Order sangat dibutuhkan untuk menangani krisis perubahan iklim.” Dan dalam bukunya yang berjudul “Earth in Balance”, Al-Gore meramalkan kemunculan Marshall Plan Global untuk menolong Bumi dan penghuninya: “Kita dekat dengan sebuah masa ketika semua manusia akan memimpikan agenda global yang mengandung semacam Marshall Plan Global untuk mengatasi penyebab kemiskinan dan penderitaan dan kerusakan lingkungan di seluruh penjuru Bumi.”

Jumat, 01 Oktober 2010

Partai Allah vs Partai Setan


Hiruk pikuk kampanye puluhan partai peserta Pemilu legislatif 2009 sudah berakhir. Tak kurang dari 200 trilityun rupiah sudah dihamburkan. Berbagai acara untuk menarik dan merayu para calon pemilih sudah pula di lakukan. Sejak dari pemasangan jutaan spanduk, kaos, brosur, baliho, iklan media cetak dan elektronik dan bahkan menampilakn penyanyi-penyanyi wanita erotis setengah telanjang di hadapan ribuan simpatisan. Seakan semua cara sudah dihalakan. Yang lebih ironis lagi, partai-partai yang berbau Islampun tak terlepas dari acara hura-hura dan maksiat itu. Hampir tidak ada partai yang tidak menampilkan musik dangdut atau grup band dalam acara kampanye, khususnya kampanye terbuka, termasuk partai yang menamakan dirinya partau dakwah sekalipun.

Dalam peristiwa Pemilu 2009 kali ini yang mereka namakan dengan Pesta Demokrasi, sebanyak 1.624.324 caleg untuk DPR, DPD, Profinsi dan Kabupaten/Kota bersaing merebutkan 18.480 kursi yang tersedia. Artinya, hanya 1.13 % dari mereka yang akan menjadi anggota legislatif periode 2009 – 2014. Sisanya, 98,87 % atau sekitar 1.605.844 orang dipastikan gagal menduduki kursi-kursi empuk tersebut.

Melihat dahsayatnya persaingan di antara mereka dan besarnya jumlah dana yang telah mereka habiskan dan bahkan ada yang menjual rumah dan sebagainya, ditambah lagi dengan besarnya gejolak syahwat kekuasaan yang mendorong sebagaian besar mereka untuk menduduki kursi Dewan, maka berdasarkan nasehat para ahli jiwa, berbagai RS Jiwa telah menyiapkan diri untuk menerima limpahan pasien pasaca Pemilu 2009 pada 9 April yang akan datang. Jika perediksi para ahli jiwa tersebut benar-benar terjadi, barangkali ini adalah peristiwa korban demokrasi pertama di dunia.

Sebelum acara pesta demokrasi (maksiat) tersebut dimulai, umat Islam Indonesia dihebohkan pula oleh fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) terkait haramnya golput (golongan putih alias tidak ikut pemilu). Fatwa tersebut juga telah menimbulkan prokontra di kalangan umat Islam Indonesia. Semoga prokontra tersebut tidak menambah perpecahan dalam tubuh umat Islam yang sudah terpecah belah menjadi berbagai kelompok (jamaah), aliran dan partai sejak lebih dari 50 tahun lalu.

Tulisan ini tidak fokus mengomentari Pemilu dan fatwa MUI tersebut. Namun akan membahas sebuah tema yang lebih besar dan lebih fundamental dari masalah Pemilu dan fatwa MUI itu, yakni maslah Partai dan hal-hal yang terkait dengannya. Pemilu hanya salah satu aktivitas utama sebuah partai. Tanpa partai-partai Pemilu dalam pengertian di atas tidak akan ada. Pemilu itu hanya sebuah aksi atau aktivitas yang dilakukan oleh partai-partai. Sama halnya dengan shalat jamaah, kalau bisa dimisalkan. Shalat jamaah adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh para pelakunya di sebuah tempat bernama masjid, mushalla, atau tempat lainnya. Membahas masalah shalat berjamaah tidak banyak manfaatnya jika sebelumnya tidak membahas masalah tempat shalatnya dan para jamaah yang melaksanakannya. Sebab, bagaimanapun ramai dan khusyuknya shalat jamaah jika tempat shalatnya tidak suci dari najis dan para jamaah yang shalat tidak suci dari hadats dan najis serta tidak menghadap kiblat, tidak menutup aurat dan sebagainya maka shalat jamaah tersebut tidak akan bernilai di mata Allah. Sebab itu, mendiskusikan masalah partai jauh lebih penting dan lebih utama sebelum membahas masalah Pemilu itu sendiri.

Manhaj Tafkir Islami

Dalam Manhaj Tafkir Islami (Metodologi Berfikir Islam), bahwa setiap amal perbuatan yang baik, betapapun besar nilainya, seperti rukun Islam yang lima dan Jihad fi sabilillah dan betapapun besar peranannya dalam kehidupan, seperti pemerintahan dan kepemimpinan, ia harus memenuhi syarat dan rukunnya. Para ulama Fiqih (Hukum Islam) mendefinisikan syarat ialah sesuatu yang menjadikan suatu perbuatan/amal itu sah, tapi ia (sayarat) itu bukan bagian dari perbuatan tersebut. Wudhuk misalanya, ia bukan bagian dari shalat, akan tetapi tanpa wudhuk, shalat tidak akan sah. Adapun rukun ialah, tanpa ia suatu perbuatan itu tidak sah, sedangkan rukun itu bagian dari perbuatan itu sendirinya. Rukuk misalnya, ia adalah rukun shalat dan sekaligus rukuk itu bagian dari shalat itu sendiri. Hal tersebut juga berlaku bagi sebuah aktivitas yang benama Pemilu yang dilaksanakan atau diikuti oleh suatu partai dan para anggotanya.

Bagi seorang Muslim, apapun bentuk aktivitas dan amal perbuatannya harus dilandasi oleh cara pandang Islam atau dengan kata lain, haruslah sesuai dengan konsep Islam. Untuk menilai sesuatu itu sesuai atau tidak dengan konsep Islam, maka metodologi Islam terkait ketentuan syarat dan rukun harus diterapkan. Syarat dan rukun itu harus pula mengacu kepada sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qu’an, dan Sunnah Rasul Saw. Kalau tidak, hanya akan menjadi amal perbuatan yang laghwi (sia-sia), dan bahkan bisa menjadi maksiat (dosa) yang akan menyebabkan pelakunya masuk neraka, jika dia menyandarkan sestuatu amal atau perkatanannya atau pendapatnya kepada Allah dan Rasul-Nya yang tidak pernah dikatakan atau dianjurkan Allah dan Rasul-Nya, seperti yang dijelaskan Nabi Muhmmad saw dalam hadist berikut :

مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut ditolak” (HR. Muslim)

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Siapa yang mengada-ada terhadap saya dengan sengaja, maka berarti dia dengan sengaja menyiapkan tempat tinggalnya di neraka”. (HR. Muslim)

Hal penting lain yang dapat dipahami dari kedua hadits Rasul Saw di atas, bahwa tidak ada satupun perbuatan, termasuk pendapat dan perkataan seorang Muslim, demikian juga manusia lain, yang terlepas dari pertanggung jawaban akhirat. Oleh sebab itu, mengetahui sah atau tidaknya dan benar atau salahnya suatu perbuatan menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan suatu keniscayaan.

Partai dalam Al-Qur’an

Dalam bahasa Arab, partai adalah Hizb (حزب). Dalam Al-Qur’an kata Hizb terdapat tujuh kali dalam bentuk tunggal (حزب), yakni dalam surat Al-Maidah : 56, Al-Mukminun : 53, Ar-Rum : 32 dan Al-Mujadilah : 19 (dua kali) dan 21 (dua kali). Sepuluh kali dalam bentuk jamak; Ahzab (أحزاب), yakni surat Hud : 17, Ar-Ro’du : 36, Mayam : 37, Al-Ahzab : 20 (dua kali) dan 22, Shad : 11 dan 12, Ghafir : 30 dan Az-Zukhruf : 65.

Yang menarik ialah, dari sepuluh kali sebutan kata Ahzab (الأحزاب) / partai-partai semua konotasinya negatif. Dalam surat Hud : 17, kata الأحزاب berarti al-milal (agama-agama/aliran-aliran sesat). Dalam surat Ar-Ro’du : 36 berarti thawa-if (kelompok-kelompok pembangkang). Dalam surat Al-Ahzab : 20 dan 22 berarti pasukan kafir multi nasional yang hendak menyerang Rasulullah dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam surat Shad : 11, berarti para pemilik kekuatan, harta dan anak / pengikut yang banyak yang membangkang kepada Allah. Sedangkan dalam surat Az-Zukhruf : 65 الأحزاب berarti kelompok-kelompok sempalan. (Tafsir Ibnu Katsir).

Yang lebih menarik lagi untuk dicermati secara mendalam ialah kata حزب dalam bentuk tunggal dalam Al-Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan terdapat tujuh kali sebutan Hizb / حزب (dalam bentuk tunggal). Dari ketujuh kali sebutan tersebut terdapat dua kali dalam bentuk nakirah (umum/tidak definitif), yakni dalam surat Al-Mukminun : 53 dan Ar-Rum : 32. Keduanya berkonotasi negatif, yakni memecah belah agama menjadi beberapa pecahan seperti beriman sebagain dan kafir pada sebagian lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Adapun selain yang disebutkan di atas, terdapat lima kali sebutan حزب (dalam bentuk tunggal) yang diidhofatkan (menjadi kata majemuk). Dua kali diidhofatkan kepada Setan, Hizbusy-Syaithan (حزب الشيطان), yakni dalam surat Al-Mujadilah : 19. Sedangkan tiga sebutan lainnya diidhoftkan dengan kata Allah, yakni Hizbullah (حزب الله) seperti yang terdapat pada surat Al-Maidah : 56 dan surat Al-Mujadilah ayat 22.

Dari uraian dan penelusuran terhadap ayat-ayat yang bebicara terkait kata Hizb / partai, baik dalam bentuk tunggal, jamak, umum (nakirah) maupun yang diidhafatkan sehingga menjadi ma’rifah (defenitif), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Semu pembicaraan Allah dalam Al-Qur;an yang terkait dengan Hizb dalam bentuk jamak (الأحزاب ) adalah berkonotasi negatif.
Semua ayat yang membahas masalah Hizb dalam bentuk tunggal yang umum dan yang definitive adalah negatif, kecuali yang diidhofatkan kepada Allah (حزب الله) .
Setiap kata Hizb yang diidhofatkan hanya bermakan dua; Hizbullah (حزب الله) atau Hizbusy-syaithan (حزب الشيطان).
Berdasarkan keterangan ayat-ayat yang disebutkan di atas, maka pada hakikatnya partai itu hanya terbagi dua; Partai Allah dan Partai Setan.

Kriteria Partai Allah

Bicara masalah kriteria Partai tidak bisa terlepas dari pembicaraan kriteria para pemimpin, anggota dan aktivis partai itu sendiri yang menjadi actor di dalamnya. Demikian juga dengan Partai Allah dan Partai Setan harus terkait dengan kriteria para pemimpin dan dan pengikutnya. Kriterianya banyak sekali dan tidak mungkin dibahas dalam tulisan pendek ini. Dalam kesempatan ini, pembahasan kriteria Partai Allah yang mencakup kriteria orang-orang yang terlibat di dalamnya, khususnya para pemimpin dan anggotanya, terfokus kepada ayat-ayat yang terkait langsung dengan kata Hizbullah (حزب الله) dalam Al-Qur’an. Di antaranya dalam urat Al-Maidah ayat 54 – 57 dan surat Al-Mujadilah ayat 22. Di antara kriteria Partai Allah adalah :
Mendapat kasih sayang Allah
Mencintai Allah
Low profile terhadak kaum Mukminin
Berani bersikap tegas terhadap orang-orang kafir
Berjihad (dengan harta dan jiwa) di jalan Allah
Tidak takut celaan orang-orang yang mencela atau berani menyuarakan dan mengatakan al-haq (kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, apapun resikonya. (Ibnu Katsir) termasuk di hadapan penguasa yang zalim.
Memberikan loyalitas penuh hanya kepada Allah, Rasul Muhammad Saw dan kaum Mukminin.
Tidak mengangkat pemimpin orang-orang yang memperolok-olokan dan memermainkan agama Allah dari kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang kafir lainnya.
Bertaqwa kepada Allah dengan mengerjakan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Tidak berkasih sayang apalagi berkolaborasi atau musyarokah dengan orang-orang yang menentang (hukum) Allah dan Rasul-Nya, kendati mereka adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara kandung dan keluarga mereka sendiri.
Memfokuskan aktivitas dan kehidupan untuk meraih kemenangan akhirat, yaitu kerdhaan Allah dan masuk syuga Allah.

Yang menarik perhatian kita dari beberapa ayat yang terkait langsung dengan kriteria Partai Allah di atas ialah bahwa Allah terlibat langsung memantapkan keimanan mereka, menolong merkea di dunia lewat para malaikatnya dan memastikan mereka masuk syurga serta meraih keridhaan-Nya. Itulah yang dianggap Allah sebagai kemenangan hakiki.

Kriteria Partai Setan

Kriteria Partai Setan, para pemimpin dan pengikutnya juga cukup banyak. Dalam kesempatan ini, hanya akan diuraikan berdasarkan ayat-ayat yang terkait dengan partai berkonotasi negatif dan setan. Di antaranya seperti yang disebutkan Allah dal surat Al-Mukminun : 53-56, Ar-Rum : 29 - 32 dan Al-Mujadilah : 14 – 20. Di antara krteria Partai Setan itu ialah :
Memecah belah agama Alah dengan cara mengimani sebagian dan mengingkari sebagian lain atau memecah belah umat dengan berkelompok-kelompok atau berpartai partai dan setiap kelompk/partai bangga dengan kelompok/partai masing-masing.
Tertipu diri dan bangga dengan harta dan anak-anak (pengikut).
Mengikuti hawa nafsu sehingga hawa nafsu yang dijadikan petunjuk hidup.
Tidak mengikuti fitrah yang pada dasarnya cenderung kepada agama Allah.
Tidak mau mempelajari dan menerapkan agama Allah (Islam) dalam kehidupan.
Tidak mau kemabali kepada Allah dan tidak bertaqwa kepada-Nya serta melaliakan salat.
Mengangkat pemimpin orang-orang yang dimurkai Allah.
Suka bersumpah atau bersaksi dengan bohong dan suka berbuat kejahatan, termasuk KKN.
Menjadikan sumpah sebagai tameng.
Melarang manusia dari jalan Allah dan menerapkan hukum Allah.
Mereka menduga dengan harta yang melimpah dan anak yang banyak akan mampu menghalang mereka dari azab Allah, khususnya azab neraka.
Mereka menduga berada pada jalan yang benar.
Tergoda oleh setan sehingga lupa mengingat Allah.
Suka menantang ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Dari beberap ayat yang terkait dengan kriteria Partai Setan tersebut ada hal yang sangat menarik yakni, Allah menjamin para pengikutnya, baik pemimpin maupun anggota dan simpatisannya akan medapatkan kehinaan di dunia dan azab Allah di akhirat kelak.

Kesimpulan

Dari pemaparan beberapa ayat tersebut di atas yang terkait dengan Hizb (حزب) baik dalam bentuk tunggal, jamak, nakirah (tidak definitif) maupun ma’rifah (definitif) dapat disimpulkan sebagai berikut :
Dalam Al-Qur’an, masalah partai adalah masalah besar dan fundamental. Sebab itu aktivitas partai, termasuk mengikuti Pemilu baik dalam memilih para anggota legislatif maupun pemimpin suatu negara (presiden) atau kepala daerah (gubernur dan wakikota/bupati) hanya akan bermanfaat jika masalah partai terlebih dulu dapat diselesaikan. Kalau tidak, hanya akan menjadi hal yang sia-sia dan bahkan bisa menjadi maksiat yang akan menyebabkan Allah murka dan memasukkan para pelakunya ke dalam neraka.
Partai yang memenuhi kriteria Hizbullah disebut dengan Partai Allah atau Partai Islam, kendatipun tidak menamakannya dengan Hizbullah. Sedangkan partai yang memenuhi kriterie Hizbusyyaithan, berarti partai tersebut bukan Parati Allah atau Partai Islam kendatipun namanya Hizbullah atau partai Islam dan kendatipun para pemimpin dan pengikutnya mengklaim Partai Islam atau partai Dakwah Islam.
Sebab itu, dimata Allah, partai itu hanya dua, yakni Partai Allah dan Partai Setan.
Partai Allah atau Partai Islam ialah yang melandasi semua aktivitasnya berdasarkan ajaran Islam secara komprehensif, bukan hanya politik praktis, dapat diuji kebantrannya melalu metodolgi Islam yang benar, bukan hanya klaim belaka, tanpa takut dan khawatir akan bebagai tantangan dan resiko yang harus dihadapi dan tidak meniru cara-cara atau langkah-langkah setan dalam menjalankan semua aktivitasnya. Tujuannyapun jelas, yakni menggapai ridha dan syurga Allah, bukak kekuasaan di dunia, apalagi dalam kondisi pendukungnya masih sedikit dan SDM-nya dalam berbagai lapangan masih lemah. Kemenangan dunia dalam bentuk kekuasaan tidak ada kaitannya dengan kemenagan dakwah jika hukum yang dipakai dan ditegakkan dalam pemerintahan masih saja hukum jahiliyah, mayoritas masyaraktnya masih anti terhadap Islam, dan keadilan Islam belum bisa ditegakkan. Kalau ada yang mengklaim hal tersebut, ketahuilah itu adalah sebuah propaganda kebohongan para pemaruk kekuasaan serta kenikmatan dunia yang sedikit dan menipu itu. Selain dari Partai Allah itu adalah Partai Setan, apapun bentuk dan namanya serta siapapun pemimpin dan pengikutnya.
Partai Allah adalah partai yang menyadari ghoyah / tujuan keberadaannya adalah ibadah kepada Allah. Sebab itu urusannya akan terangkat ke ufuk yang lebih tinggi yang penuh cahaya. Demikian pula halnya dengan intelektualitasnya, perasaaannya, spritnya dan semua aktivitasnya bersih dari berbagai kekotoran yang dilakukan oleh Partai Setan. Karena semua aktivitasnya diharapakan bernilai ibadah dengan menjaga eksistensinya sebagai khalifah Allah dan berkeinginan kuat menegakkan manhaj Allah di muka bumi, maka labih aula baginya untuk tidak melakukan keobohongan, tipuan, kemungkaran, laghwi, kesombongan serta tidak meggunakan cara-cara dan alat yang kotor, rendahan dan najis sebagaimana yang dilakukan oleh Partai Setan.
Partai Allah adalah partai yang tidak isti’jal (tergesa-gesa) ingin memetik buah sebelum waktunya, tidak menciptakan jalan sulit dan mendaki untuk dirinya. Yang terpenting tujuan ibadah dengan berbagai aktivitasnya yang diklaksanakan secara kontinyu tercapai dan dilakuakn dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah beradasarkan kapasitas dan daya dukung yang ada agar terhindar dari kondisi besar pasak dari tiang dan nafsu besar tenaga kurang. Untuk mencapai kondisi seperti itu, nafsu syahwat terhadap harat dan kedudukan harus mampu dikerangkeng kuat-kuat. Rasa takut dan khawatir harus bisa dibuang jauh-jauh dari dalam diri dalam semua marhalah yang harus dilewati. Kenapa harus rakus dan tamak terhadap dunia? Kenapa harus kahwatir dan paranoid dalam menjalankan ibadah kepada Allah? Padahal setiap detik dan waktu merasakan rengkuhan tangan dan kasih sayang Allah.
Partai Allah adalah yang memahami sunnatullah dalam perubahan sosial, di samping memahami syariat Allah dan sunnah Rasulullah yang tertulis dan menjadi acuan moral dan teknis operasional kehidupan. Itu yang dilakukan Rasulullah Saw. Rasulullah sadar betul bahwa perubahan sosial itu tidak akan pernah terjadi hanya dengan menguasai pucuk kepemimpinan suatu masyarakat atau negara sekalipun, jika masyarakatnya belum bisa menerima kehadiran manhaj Allah dalam mengatur aturan main kehidupan dengan segala tingkatannya. Negosiasi para petinggi Partai Setan di Makkah agar Rasulullah menerima kepemimpinan tertinggi, harta yang melimpah dan istri yang paling cantik saat itu ditolak mentah-mentah oleh Beliau smabil berkata : Demi Allah, jika kalian mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalka urusan (dakwah) ini. Demikian pula halnya bahwa perubahan sosial itu tidak akan pernaha terjadi hanya dengan mengejar kuatntitas dan bukan kualitas.
Sebab itu, Partai Islam adalah partai yang mencontoh Rasul Saw di mana dakwah dengan pengertian yang benar dan disertai dengan aktivitas yang komprehensiflah yang menjadi panglima. Bukan politik praktis yang menjadi panglima dan menjadi segala tumpuan harapan. Apalagi politik praktis itu dijadikan jalan tol pragmatisme para elitnya. Jika hal tersebut yang terjadi, ketahuilah partai tersebut sedang menuju kehancuran dan sedang menggali lubang kuburnya sendiri karena sudah dapat dipastikan akan melanggar, meninggalakn dan meremehkan berbagai ajaran Islam yang fundamental alias mengikuti langkah-langkah setan. Karena dalam hidup ini Allah telah gariskan hanya ada dua jalan, jalan Allah/ Islam atau jalan setan.
Partai Islam adalah partai yang menjadikan ikatan akidah atau iman sebagai ikatan utama dan terutama, tanpa melihat warna kulit, status sosial, kontribusi harta, keturunan, bahasa dan suku. Semua kerjasama (taawun) yang dibangun dengan siapaun dan kelompok manapun harus mengacu kepada pakem akidah dan aturan main Islam, apalagi dalam memilih pemimpin negara dan pemerintahan lainnya. Lain halnya dengan Partai Setan, aqidah, syariaah dan akhlak tidak menjadi ketentuan. Yang penting baginya adalah kepentingan. Warna warni ideology tidak menjadi perkara selama menguntungkan dari, elite dan grupnya dari sisi dunia.
Partai Islam adalah partai yang memiliki visi dan misi seperti yang diucapkan salah seorang sahabat bernama Rib’i ibnu ‘Amir saat berhadap-hadapan dan bernegosiasi dengan penguasa Persia yang bernama Rustum. Saat menuju ruang kerja (duduk-duduk) sang penguasa, yang dihampari karpet merah yang berkulitas terbaik di dunia saat itu, Rib’i sudah merobek-robeknya dengan pedangnya sehingga membuat murka prajurit yang sedang bertugas menjaga sang penguasa. Saat ditanya siapa yang mengutus pasukan Islam ke sana dan apa tujuannya, Rib’i menjelaskannya dengan enteng dan terus terang : “Kami diutus Allah kemari dengan misi : - Membebasakan manusia dari mengabdi kepada sesama manusia dan hanya mengabdi kepada Allah Ta’ala. - Menyelamatkan mereka dari kejahatan berbagai ideology, pemikiran dan konsep dengan keadilan Islam. - Menyelematakan manusia dari kesempitan (teritorial dan kehdupan) dunia kepada kelapangan dunia dan kelapangan akhirat (masuk syurga).
Sebab itu, partai Allah tidak akan pernah dapat bekerjasama dengan Partai Setan dalam menegakkan hukum dan ajaran Allah. Hal tersebut disebabkan kan vsisi dan misi yang berseberangan 180 derajat. Partai Allah menuju keridhaan dan syurga-Nya. Sedangkan Partai Sedatan menjemput murka dan neraka Allah. Lalu bagaiman jika di antara keduanya bergandeng tangan, apalagi dengan agenda-agenda yang tidak sesuai dengan tujuan Islam, baik yang tersembunyi mapun yang teang-terangan, ketahuilah terlah terjadi pencampuran antara Al-Haq dengan Al-Bathil yanag sangat dolatrang Allah. Sebab itu, harus segera ditinggalkan, jika nasehat dan peringatan sudah diabaikan.

Saudaraku yang dirahmati Allah. Sebelum melangkah dan berbuat lebih jauh, fikirkanlah masak-masak apakah langkah dan perbuatan itu akan membawa kita bergabung ke dalam Partai Allah atau justru ke dalam Partai Setan. Semoga Allah selalu mejaga kita dari godaan dan tipu daya setan, la’natullahi ‘alih, baik dari kalangan jin maupun manusia. Amin. Wallahu a’lamu bish-showab.


Minggu, 26 September 2010

ISLAM ADALAH DAMAI



TOLERANSI ISLAM





                         
                                                           
Doktrin modern sering mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan manusia adalah sesuai dengan kehendak Tuhan dan tidak bertentangan dengan prinsip kesatuan eksistensial, karena masyarakat yang berbeda-beda itu, disebabkan oleh kebutuhan yang wajar untuk saling bersandar, menemukan diri mereka dalam suatu kesatuan yang homogen pada tingkat universal. islam secara kolektif dan seorang mukmin secara pribadi – harus bertindak semacam itu, tiak hanya bersikap toleran tetapi juga bersikap hormat terhadap bermacam-macam bangsa, seperti yang tertera dalam Alquran “Katakanlah: Hai orang-orang yang tidak percaya…bagi kamu agama kamu, bagiku agamaku.” Hanya Tuhan yang akan menghukum kekufuran.


Istilah “toleransi” mungkin membawakan arti “pejoratif” (yang mengandung celaan), jika dipakai dalam bahasa moral dan politik di Eropa yang baru keluar dari perang agama. Musuh atau orang kafir ditolerir, karena satu sebab yang pokok, yaitu karena orang tak dapat menghapuskan kekuuran. Dalam arti yang lebih modern toleransi berarti suatu sikap mental atau aturan bertindak yang terdiri dari mencegah paksaan terhadap mereka yang tidak sepaham atau sekeyakinan. Toleransi bukannya indifference (masa bodoh) karena toleransi tidak mengandung arti sikap tidak mau mengutarakan pendapat atau mempertahankannya tanda kekerasan. Toleransi juga berarti sikap hormat seseorang terhadap suatu ide yang ia tidak setujui dengan menganggapnya sebagai suatu sumbangan terhadap kebenaran yang mutlak.

Dalam arti ini, kita perlu mengakui bahwa 
islam itu toleran dalam bidang agama, bahkan lebih dari itu, karena islam mengakui dan melindungi pengikut agama-agama monotheis yang sebelumnya. Akhirnya dalam pandangan politik dan sejarah, meskipun ada desakan-desakan ekonomi atau administrative, negara islam selalu menunjukkan rasa hormat yang besar terhadap Ahli Kitab yang dibolehkan menetap di daerahnya. islam memelihara lembaga-lembaga administrative, kegerejaan dan kehakiman yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. islam tidak memaksakan kepada bangsa-bangasa yang kalah sesuatu larangan yang islam sendiri menganggapnya sebagai perintah yang datang dari Tuhan. Toleransi islam adalah sikap hormat kepada orang yang bukan muslim, keadilan dan kemauan Tuhan. Sikap toleransi islam yang memaksakan memberi suatu dimensi khusus yang memungkinkan hubungan dengan arti yang lebih luas. Toleransi islam mendapat inspirasi dari seseorang yang mempertahankan suatu ide yang ia sendiri tidak setuju; ini tidak berarti menerima sesuatu ide yang harus ditolak oleh Alquran yang selalu menolak kekeliruan dan kepalsuan yang dimasukkan oleh Ahli Kitab dalam kitab suci mereka; Alquran melarang orang-rang mukmin memaki orang-orang musyrik. Sikap hormat itu ditujukan kepada orangnya, bukan kepada pendapatnya.

Pada waktu ekslusivisme dan intoleransi masih merupakan sifat-sifat negara di Barat yang beragama Masehi, dan tetap begitu selama beberapa abad, imperium Islam telah menerima masyarakat non Islam yang kuat, dan melindungi dengan perjanjian-perjanjian yang tidak dapat ditentang. Pendekatan antara orang-orang Muslim, orang-orang masehi dan orang-orang Yahudi menimbulkan suasanan persahabatan yang tak pernah terjadi sebelumnya disekitar Lautan Tengah. Orisinalitas politik-yuridis sistem islam timbul dari watak Islam itu sendiri yang istimewa. Dengan menolak kenabian Muhammad, orang-orang monoteis telah mengeluarkan diri mereka sendiri dari negara Islam. Prinsip personalisasi hukum telah memungkinkan mereka untuk mempertahankan lembaga-lembaga mereka dalam batas bahwa lembaga-lembaga tersebut tidak merugikan kepentingan dan keselamatan Islam.

Kebijaksanaan sistem islam hancur setahap demi setahap bersamaan dengan perubahan struktural dan kelembagaan kekuasaan Islam, dan juga karena desakan imperialisme Eropa. Status orang-orang “yang dilindungi” telah hilang karena perubahan-perubahan dalam sejarah modern. Kita tidak tahu dengan pasti apakah sistem tersebut dapat diganti dengan lembaga yang lebih baik. Ide-ide modern tentang demokrasi pluralis yang biasanya bersifat utopis, lebih memuaskan dan lebih sesuai dengan konsepsi etika modern. Meskipun begitu dalam pandangan yang realis kita perlu menyatakan konstatasi kita bahwa bermacam-macam system yang diusulkan untuk menghormati minoritas hanya dapat memberi sedikit jaminan efektif. Sejarah yang paling terakhir ada di depan kita untuk memperingatkan kita semua.


Walaupun telah terjadi perubahan-perubahan besar dalam sejarah, kaidah 
Alquran telah dapat menetapkan suatu toleransi yang sampai sekarang tetap di hormati dalam beberapa system sosial politik. Kaidah Alquran telah menetapkan kualitas kemanusiaan dari orang-orang yang tidak ikut dalam ikatan masyarakat yang bersifat mistik dan yuridis semenjak abad VII M. sebaliknya kita dapat mengatakan bahwa doktrin kontemporer hukum internasional masih sedang mencari “status minime” untuk orang asing.

Penjelasan tentang norma-norma yang bersifat langgeng (eternal) dan uraian teroritis tentang lembaga-lembaga yang tak terdapat kecuali dalam pemikiran-pemikiran akidah akan nampak secara wajar sebagai suatu hal yang tak dapat dipakai dan usang dalam pandangan mengamat asing yang kurang mendapat penerangan. Sebaliknya bagi orang-orang muslim, aksioma yang berasal dari 
Alquran akan tetap berharga selama-lamanya, karena dalam wahyu ilahi tak ada ide “modern” atau “kuno”. Yang ada hanya prinsip yang benar dan adil secara mutlak. Tujuan kami bukan untuk menilai tetapi unuk menunjukkan dengan referensi-referensi yang singkat bahwa Islam, sebelum peradaban atau agama yang lain apapun, telah menetapkan secara agung, kewajiban menghormati pribadi manusia, dalam suatu masyarakat persamaan untuk mencai keadilan sebaik mungkin di bawah petunjuk suatu hukum transendental. Nilai-nilai yang tersebut dalam Alquran akan tetap tak berubah dan dapat berpartisipasi, sampai saat inipun, dalam membentuak suatu dunia yang lebih manusiawi.

Sumber: Prof. Dr. Marce; A. Boisard, Humanisme Dalam Islam, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1980) cet-1, Hal.223-226.